Kamis, 28 Mei 2009

Saksi Hidup Atas Kematian yang Indah

Saksi Hidup Atas Kematian Yang Indah
(Ditulis oleh Bintan AinulArdhi Conchita
Peristiwa ini terjadi ketika aku ada di cikarang. Seseorang
mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di
sebuah kolong flyover menuju kota cikarang. Ia turun dari mobilnya
untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil
untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil besar (dicikarang
banyak sekali truk-truk pabrik) dengan kecepatan tinggi menabraknya
dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika. Aku
dengan seorang kawan yang tak kukenal, yang kebetulan sedang berdiri
ditrotoar cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan
mobil angkot dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar
langsung mendapat penanganan.
Bintan liat dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang
ta'at menjalankan perintah agama. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami
berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia
menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami
baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya. Ia melantunkan
ayat-ayat suci Al-Qur'an...dengan suara amat lemah. "Subhanallah! "
dalam kondisi kritis seperti , ia masih sempat melantunkan ayat-ayat
suci Al-quran? Darah mengguyur seluruh pakaiannya tulang-tulangnya
patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi seperti itu, ia terus
melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suaranya yang merdu. Selama
hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan' al quran seindah itu.
Dalam batin aku bergumam sendirian: "Aku akan menuntun membaca
syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu... apalagi
aku Sudah punya pengalaman" aku Meyakinkan diriku sendiri. Aku dan
kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qurlan yang
merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup
ke setiap rongga. Rasanya aku ingin pingsan. Tiba-tiba suara itu
berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari
telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya terkulai, aku melompat ke
belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya, nafasnya, tidak ada
yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan
tangisku, takut diketahui kawanku.
Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak
kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus
menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul
sangat mengharukan.
Sampai di rumah sakit...Kepada orang-orang di sana, kami mengabarkan
perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang
menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga
tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi
mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum
mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin
memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut
menyalatinya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami
ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang
saudaranya cerita ke aku, ketika kecelakaan sebetulnya almarhum hendak
menjenguk neneknya di desa ngga jauh dari cikarang. Pekejaan itu rutin
ia lakukan setiap hari Senin. Di sana almarhum juga menyantuni para
janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika tejadi kecelakaan,
mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang
kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan
kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada
orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk
dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada yang mengeluhkan-padanya tentang kejenuhan dalam pejalanan,
ia menjawab dengan halus. "Justru saya memanfaatkan waktu pejalananku
dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan Al-Qur'an, juga dengan
mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridha Allah pada
setiap langkah kaki yang aku ayunkan," kata almarhum.
Aku ngga ikut menyalati jenazah dan hanya bisa mengantarnya sampai ke
kuburan. Dalam liang lahat yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya
dihadapkan ke kiblat. "Dengan nama Allah dan atas ngama Rasulullah".
Pelan-pelan, mereka menimbuninya dengan tanah...Mintalah kepada Allah
keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya...Almarhum
menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat...
Dan aku... sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di
dunia.Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan
Allah mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap
mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (khusnul khatimah)
serta menjadikan kuburanku dan kuburan kaum muslimin sebagai
taman-taman Surga. Amin...
Inilah pengalaman indahku, yang selalu jadi panutanku, aku ingin bisa
meninggal seperti lelaki itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar